4 Macam
Sumber Pengetahuan
1. Rasionalisme
Dalam menyusun pengetahuannya, kaum rasionalis menggunakan
metode deduktif. Premis yang dipakai dalam penalarannya, didapatkan dari
ide-ide yang menurut anggapannya jelas dan dapat diterima. Ide-ide ini menurut
mereka bukanlah ciptaan pemikiran manusia. Prinsip itu sendiri jauh sudah ada
sebalum manusia memikirkannya. Akhirnya paham semacam ini kita kenal sebagai
paham Idealisme.
Bagi mereka, fungsi pikiran manusia itu hanyalah mengenai
prinsip-prinsip tersebut, yang kemudian menjadi dasar pengetahuannya. Prinsip
itu sendiri sudah ada dan bersifat apriori, dan dapat diketahui oleh
manusia lewat kemampuan berpikir rasionalnya. Pengalaman/empiri tidaklah
membuahkan prinsip. Dan justru malah sebaliknya, hanya dengan mengetahui
prinsip yang didapatkan lewat penalaran rasional itulah, maka kita dapat
mengerti kejadian-kejadian yang berlaku dalam alam sekitar kita. Secara
singkat, dapat dikatakan bahwa ide-ide dalam kaum rasionalis ini adalah
bersifat apriori. dan pra-pengalaman yang didapatkan manusia melalui
penalaran rasional.
Masalah utama yang timbul dari cara berpikir seperti ini
adalah mengenai "kriteria" untuk mengetahui akan kebenaran dari suatu
ide yang menurut seseorang adalah jelas dan dapat dipercaya. Ide yang satu bagi
si A mungkin bersifat jelas dan dapat dipercaya, namun hal itu belum tentu bagi
si B. Mungkin saja si B menyusun sistem pengetahuan yang sama sekali tidak sama
dengan sistem pengatahuan si A, karena si B menggunakan ide lain, yang mungkin
bagi si B memang merupakan prinsip yang jelas dan dapat dipercaya.
Jadi masalah utama yang dihadapi kaum rasionalis ini adalah
"evaluasi" dari kebenaran premis-premis yang dipakainya dalam
penalaran deduktif. Sebab premis-premis ini semuanya bersumber pada
penalaran rasional yang bersifat abstrak dan terhindar dari pengalaman (empiris),
maka evaluasi semacam ini tak dapat dilakukan.
Oleh sebab itu, maka melalui penalaran rasional akan
didapatkan berbagai macam pengetahuan mengenai suatu obyek tertentu, tanpa
adanya suatu konsensus yang dapat diterima oleh semua pihak. Dalam hal ini,
maka pemikiran rasional itu cenderung untuk bersifat subyektif dan solipsistik
(hanya benar menurut kerangka pemikiran tertentu dalam benak orang yang
berpikir tersebut).
2.
Empirisme
Berbeda dengan kaum rasionalis, kaum empiris menggunakan
metode induktif dalam menyusun pengetahuannya. Mereka berpendapat bahwa
pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran rasional yang bersifat
abstrak, tetapi lewat fakta/pengalaman yang konkrit.
Gejala-gejala alamiah menurut kaum empiris ini, adalah bersifat konkrit
dan dapat dinyatakan lewat tangkapan panca-indera manusia.
Gejala-gejala tersebut kalau kita telaah lebih dalam,
mempunyai beberapa karakteristik tertentu, misalnya saja : terdapat pola
yang teratur mengenai suatu kejadian tertentu; suatu benda padat akan memanjang
kalau dipanaskan; langit mendung diikuti turunnya air hujan. Demikian
seterusnya, dimana pengamatan kita akan membuahkan pengetahuan mengenai
berbagai gejala yang mengikuti pola-pola tertentu.
Di samping itu, kita melihat adanya karakteristik lain,
yakni adanya "kesamaan" dan "pengulangan", misalnya : bermacam-macam
logam kalau kita panaskan maka akan memanjang. Hal ini memungkinkan
kita untuk dapat melakukan suatu generalisasi dari berbagai kasus yang
telah terjadi. Dengan menggunakan metode induktif, maka dapat
disusun pengetahuan yang berlaku secara umum lewat pengamatan terhadap
gejala-gejala fisik yang bersifat individual (survival).
Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan
secara empiris ini, adalah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung
untuk menjadi suatu kumpulan fakta-fakta. Kumpulan tersebut belum tentu
bersifat konsisten, dan mungkin saja terdapat hal-hal yang bersifat kontradiktif.
Suatu kumpulan mengenai fakta, atau kaitan mengenai berbagai fakta, belum
menjamin terwujudnya suatu sistem pengetahuan yang sistematis. Seperti
dikatakan HAROLD A. LARRABEE dalam bukunya, Reliable Knowledge,
"....kecuali kalau dia hanya seorang kolektor barang-barang serba
aneka....". Lebih jauh ALBERT EINSTEIN dalam bukunya, Physic
and Reality mengingatkan bahwa "tak ada metode induktif yang
memungkinkan berkembangnya konsep dasar suatu ilmu...". Kaum
empiris menganggap bahwa dunia fisik adalah nyata, karena merupakan gejala yang
tertangkap oleh pancaindera manusia.
Di samping Rasionalisme dan Empirisme, masih
ada cara lain untuk mendapatkan pengetahuan. Yang penting untuk kita ketahui
adalah Intuisi (διαίσθηση) dan Wahyu (αποκάλυψη). Kendatipun
sampai sejauh ini pengetahuan yang didapatkan manusia secara rasional dan
maupun secara empiris, keduanya juga merupakan induk produk dari sebuah
rangkaian penalaran.
3. Intuisi
Intuisi merupakan salah satu sumber
pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Misalnya,
seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah, tiba-tiba saja
menemukan jawaban atas permasalahannya tersebut. Tanpa melalui proses berpikir
yang berliku-liku, tiba-tiba saja dia sudah sampai di situ. Jawaban atas
permasalahan yang sedang dipikikannya, muncul dalam benaknya, bagaikan
kebenaran yang menemukan pintu.
Atau bisa juga dikatakan, intuisi ini bekerja dalam suatu
keadaan yang tidak sepenuhnya sadar (tetapi bukan mabuk). Artinya, jawaban atas
suatu permasalahan ditemukan tidak ada waktu orang tersebut secara sadar sedang
menggelutinya. Suatu masalah yang sedang kita pikirkan, yang kemudian kita
tunda (pending) karena menemui jalan buntu, tiba-tiba muncul dalam benak
kita yang lengkap dengan jawabannya. Lalu kita merasa yakin bahwa itulah
jawaban yang sedang kita cari, namun kita tidak bisa (belum bisa) menjelaskan
bagaiman caranya kita sampai ke sana.
Intuisi
biasanya bersifat personal dan tidak bisa diramalkan atau direka-reka.
Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, maka intuisi ini tidak
bisa diandalkan sepenuhnya. Namun pengetahuan intuitif ini bisa juga
digunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam
menentukan benar atau tidaknya pernyataan-pernyataan yang telah kita kemukakan.
4.
Wahyu
Wahyu juga merupakan salah satu sumber pengetahuan, yang
dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Pengetahuan semacam ini hanya disalurkan
lewat makhluk-makhluk pilihan-Nya. Agama, merupakan sumber pengetahuan yang
bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman/empiri,
tetapi juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transedental; yakni
seperti latar belakang penciptaan manusia, tentang kehidupan kemudian di
akhirat nanti, dan sebagainya.
Pengetahuan semacam ini, mutlak didasarkan kepada kepercayaan
kita terhadap hal-hal yang bersifat ghaib (supernatural). Kepercayaan
kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, keselamatan, ketenangan jiwa,
dan sebagainya. Kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian, merupakan
dasar dari penyusunan pengetahuan ini. Bukankah suatu kepercayaan merupakan
"titik tolak" dalam suatu agama ?.
Suatu pernyataan itu biasanya harus dipercaya dulu untuk
dapat diterima, pernyataan ini bisa saja selanjutnya dikaji dengan metode lain.
Misalnya : Secara rasional dapat dikaji apakah pernyataan-pernyataan
yang terkandung di dalamnya bersifat konsisten atau tidak. Di pihak
lain, secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung
pernyataan tersebut atau tidak. Dengan kata lain, agama dimulai dengan
rasa percaya, dan dengan melalui pengkajian selanjutnya kepercayaan itu bisa
meningkat (bertambah) atau bahkan menurun (berkurang).
Pengetahuan lain, misalnya seperti ilmu, bertitik tolak
sebaliknya. Ilmu dimulai dengan rasa tidak percaya, dan setelah melalui proses
pengkajian ilmiah, kita bisa saja bertambah yakin atau barangkali tetap pada
pendirian semula.
Comments
Post a Comment