RUANG LINGKUP
FILSAFAT SOSIAL
A.
Pengertian Filsafat Sosial
Filsafat
sosial merupakan cabang dari filsafat yang mempelajari persoalan sosial
kemasyarakatan secara kritis, radikal dan komprehensif. Sejak kelahirannya
filsafat sosial telah mendekonstruksi pemahaman masyarakat bahwa tidak
selamanya apa yang ada dikolong langit telah langsung diatur oleh kekuasaan
Tuhan untuk selama-lamanya.
Filsafat
Sosial dewasa ini sangat dirasakan
kepentingannya. Hal ini didasarkan pada perubahan dan kemajuan yang
bersama-sama dialami oleh umat manusia banyak sekali berbagai persoalan yang
dimintai perhatian, khususnya yang menyangkut kehidupan sosial manusia.
Dalam
bukunya, Suryo Ediyono menjelaskan bahwa Filsafat sosial
adalah filsafat yang mempertanyakan persoalan kemasyarakatan (society),
pemerintahan (government) dan Negara (state).
Adapun
ruang lingkup dalam filsafat social adalah sebagai berikut:
· Mempertanyakan
dan membicarakan persoalan dalam masyarakat (society) dalam
individualisme.
· Persoalan
individual dalam hubungannya dengan Negara
· Persoalan
yang menyangkut hak-hak asasi dan otonomi
· Persoalan
keadilan social (justice) dan social cooperation
·
Persoalan keadilan (justice) dan kebebasan (freedom)
·
Persoalan antara moral dan hukum
·
Persoalan masalah moral dan kebabasan (morality and
freedom)
·
Persoalan masalah ilmu-ilmu sosial.
Bahan materiil filsafat sosial
adalah sesuatu yang dapat menyelediki berbagai bidang dalam masyarakat, maka
kita dihadapkan pada kenyataan bahwa manusia hidup bersama dengan sesama
manusia, bahwa mereka bersama menimbulkan keadaan keadaan hidup materiil dan
rohaniah yang sebaliknya memberikan pengaruh pada mereka. Hal ini dapat
disaksikan secara lahiriah maupun batiniah. Lahiriah dapat berbentuk, pergaulan
diantara mereka, saling bercakap-cakap, dsb. Batiniah dapat diaplikasikan
melalui segala norma-norma yang tidak tampak.
Bahan formil filsafat sosial,
saling kaitan dengan bahan materiil filsafat sosial namun bahan formil filsafat
sosial ini dapat ditinjau dari sisi Relasi Perseorangan dan Relasi sosialnya.
Relasi perseorangan itu sendiri berlangsung dari subjek ke subjek. Motif atau
dasar relasi ini adalah dasar kebajikan dan kehormatan orang lain. Contoh
relasi ini seperti rasa simpati, cinta kasih antar manusia, juga terima kasih
dan rasa hormat. Sedangkan relasi sosial adalah relasi yang mempersatukan
sejumlah orang karena adanya suatu objek Nampak yang menengahinya. Objek inilah
yang membentuk relasi sosial, mungkin materiil dan mungkin idial. Oleh karena
itu, terkadang sulit membedakan antara relasi perseorangan dan relasi sosial
sebab keduanya saling memengaruhi, relasi sosial termasuk dalam relasi
perseorangan begitu pun sebaliknya.
B. Hubungan filsafat
sosial dan sosiologi.
Sosiologi yang pernah diperlakukan sebagai filsafat sosial,
atau filsafat sejarah, muncul sebagai ilmu sosial yang mandiri pada abad ke-19.
Auguste Comte, seorang Prancis, secara tradisional dianggap sebagai bapak
sosiologi. Comte terakreditasi dengan coining dari sosiologi istilah (tahun
1839). "Sosiologi" terdiri dari dua kata: socius, yang berarti
pendamping atau asosiasi, dan logo, yang berarti ilmu atau belajar. Makna
etimologis dari "sosiologi" demikian ilmu masyarakat. John Stuart
Mill, seorang pemikir sosial dan filsuf abad ke-19, mengusulkan etologi kata
untuk ini ilmu baru. Herbert Spencer mengembangkan studi sistematis tentang
masyarakat dan mengadopsi kata "sosiologi" dalam karyanya. Dengan
kontribusi dari Spencer dan lain-lain itu (sosiologi) menjadi nama permanen dari
ilmu baru.
Sosiologi
Sosiologi
memaknai metode observasi dan berusaha menerangkan sebab-musabab suatu gejala
sosial yang konkrit dari keadaannya yang lebih luas. Maka sosiologi tetap
berada di bidang kejadian yang dapat diobservasi.
ü Fase
pertama dapat dikatakan metode Histori. Dalam fase ini, dibahas
suatu gejala sosial tersendiri bersama dengan elemen-elemen yang dapat
diobservasi. Dalam artian memahami peristiwa masa silam kemudian menuntaskannya
menjadi prinsip-prinsip yang bersifat umum.
ü Fase
kedua berupa pengukuran kejadian-kejadian yang akan dibahas.
Inilah tugas metode statistic itu sendiri.
ü Fase
ketiga atau bisa disebut dengan Metode Komparatif yakni metode
perbandingan.
ü Fase
keempat berupa penafsiran suatu hipotesis.
ü Fase
kelima dapat dikatakan metode Case-Study yang
didalamnya mempelajari gejala yang nyata dalam kehidupan bermasyarakat berupa
pembuktian kebenaran hipotesa itu sendiri.
Filsafat Sosial
Filsafat
sosial menempuh kebalikan jalan observasi sosiologi. Sosiologi bermaksud untuk
mencapai pengetahuan yang selalu bertambah eksak tentang data positif. Filsafat
sosial itu adalah data ontology dari segala sesuatu yang bersifat sosial,
artinya inti sari dari hidup sosial itu dikembalikan ke pokok ada manusia. Yang
tercetus dalam setiap dan segala data sosial yang konkrit, misalnya hubungan
pokok perorangan dengan hidup bersama. Dalam hal ini, aliran-aliran
filsafat bersimpangan. Pandangan-pandangan mengenai kepentingan umum, mengenai
bentuk pemerintahan, dasar hukum dan keadilan, bergantung pada tanggapan
terhadap hubungan perorangan dengan kehidupan bersama. Pandangan penting juga
artinya untuk penentuan norma-norma untuk mengatur segala konkrit hubungan
antar manusia.
Untuk
mendapat pengeathuan normative tentang pengaturan tata tertib sosial, filsafat
sosial melalui 2 fase :
ü Fase
pertama dibahas hubungan perorangan dalam kehidupan bersama.
ü Fase
kedua mengenai normative yang konkrit untuk tindakan sosial.
Jadi,
tergambar jelas perbedaan antara Filsafat sosial dan Sosiologi. Walaupun pada
dasarnya objek materiil dari objek penelitian kedua bidang ini sama, yakni
Pengalaman sosial. Perbedaan antara filsafat sosial dan sosiologi dapat dilihat
dari table berikut :
PERBEDAAN
|
||
NO
|
Filsafat Sosial
|
Sosiologi
|
1
|
Berdasarkan
pengalaman sosial/kenyataan sosial
|
Berdasarkan
aspek objektif (statistic, grafik, angket, dll)
|
2
|
Bersifat
Holistik
|
Bersifat parsial
|
Kedua
perbedaan diatas membawa kepada pemahaman lebih lanjut bahwa filsafat sosial
jauh dari melihat kenyataan sosial pada permukaan, mencoba memasuki dimensi
sosial dari eksistensi manusia secara mendalam, menyelediki makna dan
nilai-nilainya dan mencoba merumuskan gambaran manusia yang utuh demi makna
hidupnya yang penuh arti.
Harus
dikatakan bahwa sama dengan ilmu-ilmu sosial, filsafat sosial bersifat ilmiah,
artinya bekerja dalam batas-batas kemungkinan dan kemampuan pengetahuan.
Filsafat sosial dalam arti ini tidak hanya melukiskan kenyataan dan sifat-sifat
dasar sosialisitas manusia melainkan juga menyiasati dan mengolah kenyataan
sosial itu ke arah pengembangannya yang optimal, yang masih perlu diwujudkan.
Dalam arti ini filasafat sosial bisa juga disebut etika sosial. Sebab
pembicaraannya tidak terlepas dar pesoalan norma tingkah laku sosial.
C.
Manfaat Filsafat Sosial
S.
Takdir Alisyahbana menulis dalam bukunya: filsafat
itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi
maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran) itulah letaknya kebesaran,
kemuliaan, malahan kebangsawanan filsafat di antara kerja manusia yang lain.
Kebenaran dalam arti yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya baginya, itulah
tujuan yang tertinggi dan satu-satunya.
Bagi
manusia, berfilsafat itu bererti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya,
senetral-netralnya dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab
terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan, alam, atau pun
kebenaran. Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy,
menyebutkan: Tugas filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika
kita hidup, melainkan membimbingnya maju.
Melihat
fenomena masyarakat yang begitu banyak terjadi problema sosial, seperti kesenjangan
kelas sosial antara Si kaya dan Si Miskin, penguasaan kekuasaan alam, bahkan
sampai pada problema yang paling sensitive yakni masalah ketersinggungan
kemanusiaan dan kemasyrakatan. Disinilah peran dan manfaat Filsafat sosial yang
sesungguhnya yakni memelihara dan menjaga nilai kenyataan sosial yakni aspek
teknis dan aspek kemanusiaan.
Comments
Post a Comment