1. Salimul
Aqidah (Aqidah yang bersih)
Salimul
aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang
bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT. Dengan
ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan
ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang
muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya
yang artinya: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi
Allah tuhan semesta alam” (QS. 6:162). Karena aqidah yang salim merupakan
sesuatu yang amat penting, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di
Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman dan tauhid.
2. Shahihul
Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul
ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu
haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”.
Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap
peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh
ada unsur penambahan atau pengurangan.
3. Matinul
Khuluq (akhlak yang kokoh)
Matinul
khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim,
baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan
akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi
di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia,
maka Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah
mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah
SWT di dalam Al Qur’an. Allah berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu
benar-benar memiliki akhlak yang agung” (QS. 68:4).
4. Qowiyyul
Jismi (kekuatan jasmani)
Qowiyyul
jismi merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani
berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan
ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan
haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang
sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan
lainnya. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang
muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan.
Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal
itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan.
Karena kekuatan jasmani juga termasuk hal yang penting, maka Rasulullah SAW
bersabda yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang
lemah (HR. Muslim)
5. Mutsaqqoful
Fikri (intelek dalam berfikir)
Mutsaqqoful
fikri merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga penting. Karena itu
salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak
mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman
Allah yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: ” pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir” (QS
2:219). Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan,
kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus
memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa dibayangkan, betapa
bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara
matang terlebih dahulu. Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita
tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman Allah yang
artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak
mengetahui?”‘, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran”. (QS 39:9)
6. Mujahadatul
Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
Mujahadatul
linafsihi merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang
muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang
buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk
amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang
berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia
harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang
artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa
nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)” (HR. Hakim)
7. Harishun
Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)
Harishun
ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu
mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak
bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad
dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya. Allah SWT memberikan waktu kepada
manusia dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24
jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena
itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: “Lebih baik kehilangan jam daripada
kehilangan waktu”. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan
pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk pandai
mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang
efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW
adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni
waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua,
senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8. Munazhzhamun
fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
Munazhzhaman
fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an
maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan
masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan
baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan
bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan kata
lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan,
profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat ,
berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang
mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
9. Qodirun
Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)
Qodirun
alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini
merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang
menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian
terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang
telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena
pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan
memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq,
shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah
mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu
memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan kemandirian
inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik.
Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki
yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill
atau ketrampilan.
10. Nafi’un
Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Nafi’un
lighoirihi merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang
dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang
disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim
tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap
muslim itu harus selalu berfikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal
untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam
kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah
yang paling bermanfaat bagi orang lain” (HR. Qudhy dari Jabir).
Comments
Post a Comment