- Pengertian Landasan Pendidikan
Secara
leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan
merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik
tolak atau dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan
pesawat terbang); dapat pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan).
Landasan yang bersifat koseptual identik dengan asumsi, adapun
asumsi dapat dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat
dan premis tersembunyi.
Pendidikan
antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari sudut praktek
sehingga kita mengenal istilah praktek pendidikan, dan kedua dari sudut studi
sehingga kita kenal istilah studi pendidikan.
Praktek
pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang atau lembaga dalam
membantu individu atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan
pedidikan.Kegiatan bantuan dalam praktek pendidikan dapat berupa pengelolaan
pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat berupa kegiatan pendidikan
(bimbingan, pengajaran dan atau latihan).Studi pendidikanadalah kegiatan
seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memahami pendidikan.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan pendidikan adalah
asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka
praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
- Macam-macam Landasan pendidikan
- Landasan Filosofis.
Landasan
Filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakah
pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi
tujuannya, dan sebagainya.
Landasan
filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat,
falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasaYunani, philein
berarti mencintai, dan sophos atau sophis berarti hikmah, arif,
atau bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh dan
konseptual yang menghasilkan konsepsi-kosnsepsi mengenai kehidupan dan dunia.
Konsepsi-konsepsi silosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya pada
umumnya bersumber dari dua faktor, yaitu:
o
Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan
o
Ilmu pengetahuan yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada dianatara
keduanya: Kawasannya seluas religi, namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan
karena filsafat timbul dari keraguan dan karena mengandalkan akal manusia
(Redja Mudyahardjo, et.al., 1992: 126-134.)
Tinjauan
filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan, berarti berpikir bebas serta
merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu itu. Penggunaan istilah
filsafat dapat dalam dua pendekatan, yakni:
- Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu pengetahuannya itu.
- Filsafat sebagai kajian khusus yang formal, yang mencakup logika, epistemology (tentang benar dan salah), etika (tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan jelek), metafisika (tentang hakikat yang “ada”, termasuk akal itu sendiri), serta social dan politik (filsafat pemerintahan).
Kajian-kajian
yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat (logika, epistemology, etika, dan
estetika, metafisika dan lain-lain) akan besar pengaruhnya terhadap pendidikan,
karena prinsip-prinsip dan kebenaran-kebenaran hasil kajian tersebut pada
umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan. Peranan filsafat dalam bidang
pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian antara lain tentang:
- Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai mahluk didunia ini, seperti yang disimpulkan sebagai zoon politicon, homo sapiens, animal educandum, dan sebagainya.
- Masyarakat dan kebudayaannya.
- Keterbatasan manusia sebagai mahluk hidup yang banyak menghadapi tantangan; dan
- Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan (Wayan Ardhana, 1986: Modul1/9).
Hasil-hasil
kajian filsafat tersebut, utamnya tentang konsepsi manusia dan dunianya, sangat
besar pengaruhnya terhadap pendidikan. Beberapa aliran filsafat yaitu sebagai
berikut:
- Naturalisme
- Idealisme
- Pragmatisme
Naturalisme merupakan aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan
yang bisa ditangkap oleh panca indera sebagai kebenaran yang sebenarnya. Aliran
ini biasa pula diberi nama yang berbeda sesuai dengan variasi penekanan
konsepsinya tentang manusia dan dunianya.
Berbeda
dengan aliran diatas, Idealisme menegaskan bahwa hakikat kenyataan
adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa yang dianggap kebenaran realitas
hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran bersifat spiritual
atau mental. Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah sebagai kebenaran atau nilai
sejati yang absolute dan abadi.
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala
sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan praktis; dengan kata lain, paham
ini menyatakan yang berfaedah itu harus benar, atau ukuran kebenaran didasarkan
pda kemanfaatan dari sesuatu itu harus benar. Atau ukuran kebenaran didasarkan
kepada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada manusia (Abu Hanifah, 1950: 136).
John Dewey (dari Redja Mudyahardjo, et. Al., 1992: 144), salah seorang tokoh
pragmatisme, mengemukakan bahwa penerapan konsep pragmatisme secara
eksperimental melalui lima tahap:
- Situasi tak tentu (indeterminate situation), yakni timbulnya situasi ketegangan didalam pengalaman yang perlu dijabarkan secara spesifik.
- Diagnosi, yakni mempertajam masalah termasuk perkiraan factor penyebabnya.
- Hipotesis, yakni penemuan gagasan yang diperkiarakan dapat mengatasi masalah.
- Pengujian hipotesis, yakni pelaksanaan berbagai hipotesis dan membandingkan hasilnya serta implikasinya masing-masing jika dipraktekkan.
- Evaluasi, yakni mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis terbaik dilaksanakan.
Oleh
karena itu, bagi paragtisme, pendidikan adalah suatu proses eksperimental dan
metode mengajar yang penting adalah metode pemecahan masalah. Pengaruh aliran
paragtisme tersebut bahkan terwujud dalam gerakan pendidikan progresif atau
progresivisme sebagai bagian dari suatu gerakan reformasi sosiopolitik pada
akhir abad XIX dan awal abad XX di Amerika Serikat. Progresivisme menentang
pendidikan tradisionalis serta mengembangkan teori pendidikan dengan
prinsip-prinsip antara lain:
- Anak harus bebas agar dapat berkembang wajar.
- Menumbuhkan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.
- Guru harus menjadi peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
- Harus ada kerja sama sekolah dan rumah.
- Sekolah progresif harus merupakan suatu laboraturium untuk melakukan eksperimentasi (Wayan Ardhana, 1986: 16-17)
Selanjutnya
perlu dikemukakan secara ringkas empat mazhab filsafat pendidikan yang besar
pengaruhnya dalam pemikiran dan penyelenggaraan pendidikan. Keempat mazhab
filsafat pendidikan itu (Redja Mudyahardjo, et. Al., 1992: 144-150; Wayan
Ardhana, 1986 :14-18) adalah:
- Esensialisme.
Esensialisme
merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme dan
realisme secara eklektis. Berdasarkan eklektisisme tersebut tersebut maka
esensialisme tersebut menitikberatkan penerapan prinsip idealisme atau realisme
dengan tidak meleburkan prinsip-prinsipnya. Filsafat idealisme memberikan
dasara tinjauan yang realistic. Matematika yang sangat diutmakan idealisme,
juga penting artinya bagi filsafat realism, karena matematika adalah alat
menghitung penjumlahan dari apa-apa yang riil, materiil dan nyata
Menurut
Mazhab ensesialisme, yang termasuk the liberalarts, yaitu:
1). Penguasaan
bahasa termasuk rerorika
2).
Gramatika
3).
Kesusateraan
4).
Filsafat
5). Ilmu
kealaman
6).
Matematika
7).
Sejarah
8).
Seni keindahan (fine arts)
- Perenialisme
Ada
persama antara perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum
tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang poko-pokok (subject
centered). Perbedaannya ialah perenialisme menekankan keabadian teori
kehikamatan, yaitu:
1).
Pengetahuan yang benar (truth)
2).
Keindahan (beauty)
3).
Kecintaan kepada kebaikan (goodness)
Oleh
karena itu dinamakan perenialisme karena kurikulumnya berisi materi yang
konstan atau perennial. Prinsip pendidikan antaralain:
1).
Konsep pendidikan itu bersifat abadi, karena hakikat manusia tak pernah
berubah.
2).
Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan mahluk manusia yang unik,
yaitu kemampuan berpikir.
3).
Tujuan belajar ialah mengenal kebenaran abadi dan universal.
4).
Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
5).
Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic
subjects)
- Pragmatisme dan Progresivisme
Prakmatisme
adalah aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan
praktis, di bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang
menentang pendidikan tradisional.
Progresivisme
yaitu perubahan untuk maju. Manusia akan mengalami perkembangan apabila
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya berdasarkan pemikiran. Progresivisme
atau gerakan pendidikan progresif mengembangkan teori pendidikan yang
mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain sebagai berikut:
1).
Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar
2).
Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
3).
Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
4).
Sekolah progresif harus merupakan sebuah laboratorium untuk melakukan reformasi
pedagogis dan ekperimentasi.
- Rekonstruksionisme
Rekonstruksionalisme
adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresif dalam
pendidikan. Individu tidak hanya belajar tentang
pengalaman-pengalaman-pengalaman kemasyarakatan masa kini disekolah, tapi
haruslah memelopori masyarakat kearah masyarakatbaru yang diinginkan. Dan dalam
pengertian lain. Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang
menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.
- Landasan Sosiologis
Manusia
yang hidup berkelompok, sesuatu yang terjadi dengan yang lain sama halnya
hewan,tetapi pengelompokan pada manusia lebih rumit dari pada hewan.pada wayan
Ardhan hidup berkelompok pada hewan memiliki ciri:
- Pembagian pada anggotanya
- Ketergantungan pada anggota
- Ada kerjasama anggota
- Komunikasi antar anggota
- Dan adanya diskrimunasi antara individu satu denan yang lain dalam kelompok
- a. Pengertian tentang landasan sosiologi
Dimana
suatu proses interaksi antar dua individu,bahakan dua generasi dan memungkinkan
generasi muda untuk mengembangkan diri.sehingga melahirkan cabang cabang
sosiologi antara lain sosiologi pendidikan dan ruang lingkup yang di pelajari
antara lain:
1)
Hubungan pendidikan dengan aspek masyarakat lain,yang mempelajari:
- Fungsi pendidikan dalam kebudayaan
- Hubungan sisitem pendidikan dan proses kontrol sosiala dengan sstem kekuasaan lain
- Fungsi pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan perubahan kebudayaan
- Hubungan antar kelas sosial
- Fungsional pendidikan formal yang mencakup hubungan dengan ras,kebudayaam dan kelompok kelompok dalam masyarakat
2)
Hubungan kemanusiaan di sekolah yang meliputi:
- Sifat kebudayaan dalam sekolah yang khusus dan berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah
- Pola interaksi dan struktur masyarakat sekolah
3)
Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya,yang mempelajari:
- Peranan sosial guru
- Sifat kepribadian guru
- Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laju sisiwa
- Fungsi sosial sekolah pada sosialisasi anak anak
4)
Sekolah dalam komunitas,mempelajari pola interaksi antara sekolah dalam
komunitasnya yang meliputi:
- Pelukisan komunitas sekolah sepertti tampaknya dalam prganisasi sekolah
- Analisis tentang proses pendidikan seperti tampak pada kaum sosila tak terpelajar
- Hubungan antara sekolah dan komunitas dalam fungsi pendidikannya
- Faktor faktor demografi dan ekologi dalam organisasi sekolah
Dalam
keempat nidang di atas yang di pelajari untuk memahami pendidikan dalam
masyarakat menurut Wayan ardhan.
- b. Masyarakat indonesia sebagai landasan sosiologi sistem pendidikan nasional (sisdiknas)
Masyarakat
sebagai kesatuan hidup memiliki ciri utama anatara lain:
- Adanya interaksi antar warga warganya
- Pola tingkah laku yang diatur adat istiadat,hukum dan norma yang berlaku
- Adanya rasa identitas yang mengikat pada warganya.
- Landasan Kultural
Kebudayaan
dan pendidikan mempunyai hubungan timbale balik, sehingga kebudayaan dapat
dilestarikan/dikembang dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke
generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupan formal.
- a. Pengertian tentang Landasan Kultural
Kebudayaan
sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu
terkait dengan pendidikan, dan dalam belajar arti luas dapat berwujud:
- Ideal seperti ide, gagasan, nilai dan sebagainya.
- Kegiatan yang berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
- Fisik yakni benda hasil karya manusia
- b. Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sisitem Pendidikan Nasional
Seperti
yang di kemukakakan sisdiknas, yaitu pendidikan yang berakar pada kebudayaan
bangsa indonesia, dimana kehidupan masyarakat indonesia yang majemuk dan
akan kaya kebudayaannya dan keberadaan semua itu semakin kukuh. Oleh
karena itu, kebudayaan nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan
yang dinamis, seiring dengan semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia sesuai dengan asas Bhinneka Tunggal Ika.
- Landasan Psikologis
Pendidikan
selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis
merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Pada
umumnya landasan psikologis dari pendidikan tersebut terutama tertuju pada
pemahaman manusia, khususnya tentang proses perkembangan dan proses belajar.
- a. Pengertian Landasan Psiklogis
Pemahaman
peserta didik utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan faktor
keberhasilan untuk pendididkan. Dalam maksud itu, Psikologi menyediakan
sejumlah informasi/kebutuhan tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya
serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi.
Seperti
di kemukakakn teori A.maslow kategori kebutuhan menjadi enam kategori meliputi:
- Kebutuhan fisiologis: kebutuhan memmpertahankan hidup (makan, tidur, istrahat dan sebagainya)
- Kebutuhan rasa aman: kebutuhan terus nenerus merasa aman dan bebasdari ketakutan
- Kebutuhan akan cinta dan pengakuan:kebutuhan rasa kasih sayang dalam kelompok
- Kebutuhan akan alkuturasi diri:kebutuhan akan potensi potensi yang di miliki
- Kebutuhan untuk mengetahui dan di pahami:kebutuhan akan berkaitan dengan penguasaan iptek
- b. Perkembangan peserta didik sebagai landasan psikologis
Perkembangan
manusia berlangsung sejak konsepsi (pertemuan ovum dan sperma) sampai saat
kematian, sebagai perubahan maju (progresif) ataupun kadang-kadang kemunduran
(regresif).
Salah
satu aspek dari pengembangan manusia seutuhnya adalah yang berkaitan dengan
perkembangan kepribadian, utamanya agar dapat diwujudkan kepribadian yang
mantap dan mandiri. Meskipun terdapat variasi pendapat, namun dapat dikemukakan
beberapa prinsip umum kepribadian. Disebut sebagai prinsip prinsip umum karena:
- Prinsip tersebut yang dikemukakan dengan variasi tertentu dalam berbagai teori kepribadian.
- Prinsip itu akan tampak bervariasi pada kepribadian manusia tertentu (sebab: kepribadian itu unik)
Terdapat
dua hal kepribadian yang penting di tinjau dari konteks perkembangan
kepribadian, yakni:
- Terintegrasinya seluruh komponen ke dalam struktur yang teroganisir secara sistematik.
- Terjadi tingkah laku yang konsisiten dalam menghadapi lingkungan.
- Landasan Ilmiah dan Teknologis
Seperti
yang kita ketahui, iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran; dengan kata
lain, pendidikan sangat berperan penting dalam pewarisan dan pengembangan
iptek.
- Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Terdapat
beberapa istilah yang perlu dikaji agar jelas makna dan kedudukan masing-masing
yakni pengetahuan, ilmu pengetahuan, teknologi. Pengetahuan (knowledge)
adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara pengindraan terhadap
fakta, penalaran (rasio), intuisi, dan wahyu.
- Perkembangan Iptek sebagai Landasan Ilmiah
Iptek
merupakan salah satu hasil dari usaha manusia untuk mencapai kehidupan yang
lebih baik, yang telah dimulai pada permulaan kehidupan manusia. Bukti historis
menunjukkan bahwa usaha mula bidang keilmuan yang tercatat adalah oleh bangsa
Mesir purba, dimana banjir tahunan sungai Nil menyebabkan berkembangnya system
almanac, geometri dan kegiatan survey.
- Pengertian Asas-asas Pendidikan
Asas-asas
pendidikan merupakan suatu kebenaran menjadi dasar atau tumpukan berpikir, baik
pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Salah satu dasar utama
pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat dididik dan dapat mendidik diri
sendiri. Diantara asas-asas tersebut adalah Asas tut wuri handayani, asas
belajar sepanjang hidup, dan asas kemandirian dalam belajar.
- Macam-macam Asas Pendidikan
- Asas Tut Wuri Handayani
Sebagai
asas pertama, Tut Wuri Handayani merupakan inti dari sitem Among perguruan.
Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian dikembangkan oleh
Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing
Ngarsa Sung Sung Tulada dan Ing Madya Mangun Karsa.
Kini
ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu:
- Ing Ngarsa Sung Tulada ( jika di depan menjadi contoh).
- Ing Madya Mangun Karsa (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan membangkitkan semangat).
- Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan/mengikuti dengan awas).
- Asas Belajar Sepanjang Hayat
Asas
belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi
lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum yang
dapat meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu
dimensi vertikal dan horisontal.
- Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
- Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
- Asas Kemandirian dalam Belajar
Baik
asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung erat
kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani
pada prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk
mandiri dalam belajar.
Selanjutnya,
asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apa bila didasarkan
pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar, karena
adalah tidak mungkin seseorang belajar sepanjang hayatnya apabila selalu
tergantung dari bantuan guru ataupun orang lain.
Perwujudan
asas kemandirian dalam belajar akan mampu menempatkan guru dalam peran utama
sebagai fasilitator dan motivator, disamping peran-peran lain: informator,
organisator dan sebagainya. Sebagai fasilitator guru diharapkan menyediakan dan
mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik
berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sedangkan sebagai motivator, guru
mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar
itu.
Comments
Post a Comment