PENGEMBANGAN
KONSEP DIRI PESERTA DIDIK
A.
Pengembangan Konsep Diri Dan Harga
Diri Peserta Didik
Sebagai
sebuah kontruksi psikologi, konsep diri didefinisikan secara berbeda oleh para
ahli. Seibert dan Hoffnung (1994) misalnya, mendefinisikan konsep diri sebagai
“suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang diri sendiri”. Santrock (1996)
menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari diri
sendiri. Sementara itu, Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah
keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri,
perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.
selanjutnya, Atwater mengidentifikasikan konsep diri atas tiga bentuk. Pertama,
body image kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat
dirinya sendiri. Kedua, ideal self ,yaitu bagaimana cita-cita dan
harapan seseorang melihat dirinya. ketiga, social self, yaitu bagaimana
orang lain melihat dirinya.
1.
Konsep Diri Dan Harga Diri
Dalam kegiatan belajar mengajar, konsep
diri sangat penting untuk diketahui oleh para peserta didik. Karakteristik
peserta didik usia sekolah dasar sangat beragam sehingga dalam praktiknya,
seorang guru harus mengetahui dan memahami konsep diri siswa secara mendalam.
Konsep diri penting untuk membangun atmosfer belajar yang baik, sebab konsep
diri adalah bagaimana cara pandang individu dalam menghadapai pembelajaran
disekolah. Dengan hal itu maka konsep dii sangat memengaruhi dalam evaluasi
hasil belajar.
Para ahli pun berbeda pendapat dalam
menetapkan dimensi-dimensi konsep diri. Namun, secara umum para ahli
menyebutkan 3 dimensi diri, meskipun menggunakan istilah yang berbeda. Calhoun
dan Acocella (1990) misalnya, menyebutkan 3 dimensi utama dari konsep diri
sebagai berikut.
1. Pengetahuan (kognitif)
Dimensi pertama dari konsep diri adalah
apa yang kita ketahui tentang diri sendiri atau penjelasan dari ”siapa saya”
yang akan memberi gambaran tentang diri saya. Gambaran mengenai diri sendiri
akan membentuk citra diri (self image). Dimensi pengetahuan dari konsep diri
mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi,
seperti ”saya pintar”, ”saya cantik”, ”saya anak baik”, dan seterusnya.
2. Harapan
Dimensi kedua dari konsep diri adalah
dimensi harapan atau diri yang dicita-citakan di masa depan. Ketika kita
mempunyai sejumlah pandangan tentang siapa kita sebenarnya, pada saat yang sama
kita juga mempunyai sejumlah pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa
diri kita di masa mendatang. Singkatnya, kita juga mempunyai pengharapan bagi
diri kita sendiri. Pengharapan ini merupakan diri-ideal (self-ideal) atau diri
yang dicita-citakan.
3. Penilaian
Dimensi ketiga konsep diri adalah
penilaian kita terhadap diri kita sendiri. Penilaian diri sendiri merupakan
pandangan kita tentang harga atau kewajaran kita sebagai pribadi.
Menurtu Calhoun dan Acocella (1990),
setiap hari kita berperan sebagai penilai tentang diri kita sendiri, menilai
apakah kita bertentangan:
a)
Pengharapan bagi diri kita sendiri (saya dapat menjadi apa),
b)
Standar yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya seharusnya
menjadi apa).
2. Konsep Diri Dalam
Prestasi Belajar
Sejumlah ahli psikologi dan pendidikan
berkeyakinan behwa konsep diri dan prestasi belajar mempunyai hubungan erat.
Nylor (1972) misalnya, mengemukakan banyak peneliti yang membuktikan
hubunganpositif yang kuat antara konsep diri dengan prestasi belajar disekolah.
B.
Karakteristik perkembangan konsep
diri peserta didik
1. Karakteristik Konsep Diri Anak Usia
Sekolah
Pada awal masuk SD,
terjadi penurunan dalam konsep diri anak-anak. Hal ini mungkin disebabakan oleh
tuntutan baru dalam akademik dan perubahan sosial yang muncul disekolah. SD
banyak memberikan perubahan kesempatan kepada anak-anak untuk membandingkan
dirinya dengan teman-temannya, sehingga penilaian dirinya secara gradual menjadi lebih realistis.
Menurut Santrock
(1995), perubahan-perubahan dalam konsep diri anak selama tahun-tahun SD dapat
dilihat sekurang-kurangnya dari tiga karakteristik konsep diri, yaitu:
a. Karakteristik Internal
Berbeda dengan
anak-anak prasekolah, anak usia SD lebih memahami dirinya melalui karakteristik
internal daripada melalui karakteristik eksternal. Penelitian F. Abound dan S.
Skerry (1983) menerumakan bahwa anak-anak kelas dua jauh lebih cenderung
menyebutkan karakteristik psikologis (seperti sifat-sifat kepribadian) dalam
pendefinisian diri mereka dan kurang cendrung menyebutkan karakteristik fisik
(seperti warna mata atau pemilikan). Misalnya, anak usia 8 tahun
mendeskripsikan drinya sebaga: ”Aku seorang yang pintar dan terkenal”. Anak
usia 10 tahun berkata tentang dirinya: ”Aku cukup lumayan tidak khawatir terus
menerus, Aku biasanya suka marah, tetapi sekarang aku sudah lebih baik.
b. Karakteristik Aspek-aspek Sosial
Selama tahun-tahun SD,
aspek-aspek sosial dari pemahaman dirinya juga meningkat. Dalam suatu
investigasi, anak-anak SD seringkali menjadikan kelompok-kelompok sosial
sebagai acuan dalam deskripsi mereka. Misalnya, sejumlah anak mengacu diri mereka
sebagai Pramuka perempuan, sebagai seorang yang memiliki dua sahabat karib.
c. Karakteristik Perbandingan Sosial
Pada tahap perkembangan
ini, anak-anak cenderung membedakan diri mereka dari orang lain secara
komparatif daripada secara absolut. Misalnya, anak anak usia SD tidak lagi
berpikir tentang apa yang ”aku lakukan’ atau yang ”tidak aku lakukan”, tetapi
cenderung berpikir tentang ”apa yang dapat aku lakukan dibandingkan dengan ”apa
yang dapat dilakukan oleh orang lain”.
2. Karakteristik Konsep Diri Remaja
(SMP/SMA)
a. Abstract and idealistic
Pada masa remaja,
anak-anak lebih mungkin membuat gambaran tentang diri mereka dengan kata-kata
yang abstrak dan idealistik.
b. Differentiated
Konsep diri remaja bisa
menjadi semakin terdiferensiasi. Dibandingkan dengan anak yang lebih muda,
remaja lebih mungkin untuk menggambarkan dirinya sesuai dengan konteks atau
situasi yang semakin terdiferensiasi.
c. Contradictions within the self
Setelah remaja
mendeferensiasikan dirinya ke dalam sejumlah peran dan dalam konteks yang
berbeda-beda, kaka muncullah kontradiksi antara diri-diri yang terdeferensiasi
ini.
d. The Fluctiating Self
Sifat yang kontradiktif
dalam diri remaja pada gilirannya memunculkan fluktuasi diri dalam berbagai situasi
dan lintas waktu yang tidak mengejutkan. Diri remaja akan terus memiliki ciri
ketidakstabilan hingga masa di mana remaja berhasil membentuk teori mengenai
dirinya yang lebih utuh, dan biasanya tidak terjadi hingga masa remaja akhir,
bahkan hingga masa dewasa awal.
e. Real and Ideal, True and False Selves
Munculnya kemampuan
remaja untuk mengkonstruksikan diri ideal mereka di samping diri yang
sebenarnya. Kemampuan utnuk menyadari adanya perbedaan antara diri yang nyata
dengan diri yang ideal menunjukkan adanya peningkatan kemampuan kognitif dan
adanya perbedaan yang terlalu jauh antara diri yang nyata dengan diri ideal
menunjukkan ketidakmampuan remaja untuk menyesuaikan diri.
f. Social Comparison
Remaja lebih sering
menggunakan social comparison (perbandingan social) untuk mengevaluasi diri
mereka sendiri. Namun, kesediaan remaja untuk mengevaluasi diri mereka
cenderung menurun pada masa remaja karena menerut mereka perbandingan social
itu tidaklah diinginkan Namun, kesediaan remaja untuk mengevaluasi diri mereka
cenderung menurun pada masa remaja karena menerut mereka perbandingan social
itu tidaklah diinginkan.
g. Self-Conscious
Remaja lebih sadar akan
dirinya dibandingkan dengan anak-anak dan lebih memikirkan tentang pemahaman
diri mereka.
h. Self-protective
Remaja juga memiliki mekanisme
untuk melindungi dan mengembagkan dirinya. Dalam upaya melindungo dirinya,
remaja cendrung menolak adanya karakteristik negatif dalam diri mereka.
i. Unconscious
Konsep diri remaja
melibatkan adanya pengenalan bahwa komponen yang tidak disadari termasuk dalam
dirinya, sama seperti komponen yang disadari. Pengenalan seperti ini tidak
muncul hingga masa remaja akhir. Artinya, remaja yang lebih tua, yakin akan
adanya aspek-aspek tertentu dari pengalaman mental dari mereka yang berada di
luar kesadaran atau control mereka dibandingkan dengan remaja yang lebih muda.
j. Self-integration
Terutama pada masa
remaja akhir, konsep diri menjadi lebih terintegrasi, dimana bagian yang
berbeda-beda dari diri secara sistematik menjadi satu kesatuan. Remaja yang
lebih tua, lebih mampu mendeteksi adanya ketidakkonsistenan.
C.
Implikasi Perkembangan Konsep Diri
Terhadap Pendidikan
1) Membuat siswa merasa mendapat
dukungan dari guru
Dukungan guru dapat
ditunjukkan dalam bentuk dukungan emosional (emotional support), seperti
ungkapan empati, kepedulian, perhatian, dan umpan balik. Dapat juga dengan
dukungan penghargaan (esteem support), seperti melalui ungkapan hormat
(penghargaan) positif terhadap siswa, dorongan untuk maju atau persetujuan
dengan gagasan atau perasaan siswa dan perbandingan positif antara satu siswa
dengan siswa lain
2) Membuat siswa merasa bertanggung
jawab
Memberi kesempatan
kepada siswa untuk membuat keputusan sendiri atas perilakunya dapat diartikan
sebagai upaya guru untuk memberi tanggung jawab kepada siswa Memberi kesempatan
kepada siswa untuk membuat keputusan sendiri atas perilakunya dapat diartikan
sebagai upaya guru untuk memberi tanggung jawab kepada siswa
3) Membuat siswa merasa mampu
Dapat dilakukan denga
cara menunjukkan sikap dan pandangan yang positif terhadap kemampuan yang
dimiliki siswa. Guru harus berpandangan bahwa semua siswa pada dasarnya
memiliki kemampuan, hanya saja mungkin belum dikembangkan
4) Mengarahkan siswa untuk mencapai
tujuan yang realistik
Penetapan tujuan yang
realistis ini dapat dilakukan dengan mengacu pada pencapaian di masa lampau,
sehingga pencapaina prestasi sudah dapat diramalkan dan siswa akan terbantu
untuk bersikap positif terhadap kemampuan dirinya sendiri
5) Membantu siswa menilai diri mereka
secara realisitik
Guru perlu membantu
siswa menilai prestasi siswa secara realistis, yang membantu rasa percaya akan
kemampuan mereka dalam menghadapi tugas-tugas sekolah dan meningkatkan prestasi
belajar di kemudian hari.
6) Mendorong siswa agar bangga dengan
dirinya secara realistik
Upaya yang dilakukan
untuk mengembangkan konsep diri peserta didik adalah dengan memberikan dorongan
kepada siswa agar bangga atas prestasi yang dicapai. Ini merupakan salah satu
kunci untul menjadi lebih positif dalam memandang kemampuan yang dimiliki.
D.
Karakteristik Belajar Anak Usia
Sekolah Dasar (Sd)
Belajar
adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi
aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan
pemahaman (winkel).
ü Cara
anak belajar
Piaget (1950)
menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan
dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori perkembangan kognitif). Menurutnya,
setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata, yaitu
sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek
yang adadalam lingkungannya.
Memperhatikan tahapan
perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar
memiliki tigas ciri, yaitu sebagai berikut.
1. Konkret
Konkret mengandung
makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret, yakni yang dapat
dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.
2. Integratif
Pada tahap usia sekolah
dasar, anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka
belum mampu memilah-milah konsep diri sebagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan
cara berpikir anak yang deduktif,yakni dari hal umum kebagian demi bagian.
3. Hierarkis
Pada tahapan usia
sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal
yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks.
Adapun karakteristik pembelajaran yang eprlu dilakukan terhadap
anak-anak tersebut dengan menggunakan hal berikut.
a. Belajar pembelajaran bermakna
Belajar pada hakikatnya
merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupan kecakapan, sikap,
kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku
yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Pembelajaran
pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak
dengan sumber belajar, dan anak dengan pendidik.
b. Pembelajaran tematik
Sesuai dengan tahapan
perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan
pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal SD
sebaiknya dilakukan dengan pembelajaran tematik.
Dengan tema, diharapkan
akan memberikan banyak keuntungan, diantaranya sebagai berikut.
·
Siswa mudah memusatkan perhatian pada
suatu tema tertentu
·
Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan
mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran
·
Pemahaman terhadap materi pelajaran
lebih mendalam dan berkesan
·
Kompetensi dasar dapat dikembangkan
lebih baik dengan memngaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi
siswa.
Berikut
ini delapan belas (18) kiat atau cara yang dapat digunakan oleh guru untuk
meningkatkan belajar siswa.
1.
Gunakan metode dan kegiatan yang
bervariasi
2.
Jadikan siswa peserta aktif
3.
Buatlah tugas yang menantang namuan
realistis dan sesuai
4.
Ciptakan susasan kelas yang
kondusif
5.
Berikasn tugas secara proporsional
6.
Libatkan diri untuk membantu siswa
mencapai hasil
7.
Berikan petunjuk pada para siswa
agar sukses dalam belajar
8.
Hindari kompetensi antarpribadi
9.
Berikan masukan
10. Hargai
kesuksesan dan keteladanan
11. Antusias
dalam mengajar
12. Tentuakn
standar yang tinggi (namun realistis) bagi seluruh siswa
13. Pemberian
penghargaan untuk memotivasi
14. Ciptakan
aktivitas yang melibatkan seluruh siswa dalam kelas
15. Kenaliminat
siswa-siswa
16. Peduli
dengan siswa-siswa
17. Hindari
penggunaan ancaman
18. Hindarilah
komentar buruk
Comments
Post a Comment