Ppembelajaran
1.
Definisi
Belajar
Dalam the guidance of learning activities. W.H. Burton (1984)
mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri
individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu
dengan lingkunganya sehinnga mereka lebih mampu berinteraksi dengan
lingkunganya, sementara Ernest R. Hilgard dalam introduction to psychology mendefinisikan belajar sebagai suatu
proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan.
H.C. With Herington dalam educational psychology menjelaskan
pengertian belajar sebagai suatu perubahan di dalam kepbribadian yang menyatan
diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan
kepribadian atau suatu pengertian. Gage Berlinger mendefinisikan belajar sebagi
suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari
pengalaman.
Harlod Spars mengemukan
pengertian belajar dalam perspektif yang lebih detail. Menurut spars learning is to observe, to read, to imitate,
to try something them selfes, to listen, to follow direction (belajar
adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu pada dirinya sendiri,
mendengar dan mengikuti aturan). Sementara singer (1968) mendefinisikan belajar
sebagai perubahan perilaku yang relative tetap yang disebabkan praktik atau
pengalaman yang sampai situasi tertentu. Gagne (1977) pernah mengemukakan
perspektifnya tentang belajar yang dikemukakan oleh gagne: “learning is relatively permanent change in behavior that result from
past experience or purposeful instruction”. Belajar adalah suatu perubahan
perilaku yang relative menetap yang
dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan
atau direncanakan. Pengalaman diperoleh individu dalam interaksiya dengan
lingkungan, baik yang tidak direncanakan maupun yang direncanakan, sehingga
menghasilkan perubahan yang bersifat relative
menetap.
Belajar adalah sebuah proses
yang kompleks yang didalamnya terkandung daalam beberapa aspek. Aspek-aspek
tersebut adalah:
a. Betambahnya
jumlah pengetahuan,
b. Adanya
kemampuan mengingat dan memproduksi,
c. Adanya
penerapan pengetahuan,
d. Menyimpulkan
makna,
e. Menafsirkan
dan mengaitkan dengan realitas, dan
f. Adanya
perubahan sebagai pribadi
Dari berbagai perspektif
pengertian belajar sebagaimana dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu aktivias mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan yang relative konstan.
Sebagian kalangan mempertanyakan, jika belajar
adalah korelasinya dengan perubahan, lalu apakah semua perubahan adalah sebuah
hasil belajar? Jawabannya tentu saja tidak semua perubahan tingkah laku dapat
kita sebut belajar. Seseorang dikatakan telah beajar jika terdapat perubahan
tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat dari
interaksi dengan lingkungannya, tidak karena pertumbuhan fisik atau kedewasaan,
tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan. Kecuali itu,
perubahan tersebut haruslah bersifat relatif permanen, tahan lama, dan menetap
juga tidak berlangsung sesaat saja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
setidaknya belajar memiliki ciri-ciri:
a. Belajar
mencari makna. Makna diciptakan murid dari apa yang telah mereka lihat, mereka
dengar dan mereka rasakan serta alami.
b. Konstruksi
makna. Kontruksi makna adalah proses yang terus menerus.
c. Belajar
bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta namun pengembangan pemikiran dengan
membuat pengertian baru. Belajar bukan sebuah hasil perkembangan namun
perkembangan itu sendiri.
d. Bahwa
hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subyek belajar dengan dunia fisik
dengan lingkungannya.
e. Bahwa
hasil belajar tergantung pada apa yang sudah diketahui pelajar, tujuan serta
motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sudah dipelajari.
Dari ciri-ciri tersebut maka
proses mengajar bukanlah aktifitas memindahkan pengetahuan dari guru ke murid
namun suatu kegiatan yang memungkinkan seorang siswa merekonstruksi sendiri
ilmu yang dimiliki dan menggunakan pengetahuan untuk diterapkan dalam
kehidupan. Maka karena hal tersebut guru sangat diperlukan untuk membantu siswa
dalam belajar sebagai perwujudan peran mereka sebagai mediator serta
fasilitator.
Jadi belajar merupakan sebuah
proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang berlangsung seumur hidup,
sejak masa bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat. Salah satu
pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah
laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang
bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang
menyangkut nilai dan sikap (afektif).
2.
Jenis-jenis
Belajar
a.
Jenis-jenis
Belajar Menurut Gagne
Manusia memiliki beragam potensi,
karakter dan kebutuhan dalam belajar. Karena itu, banyak tipe-tipe belajar yang
dilakukan manusia. Gagne mencatat ada delapan tipe belajar yaitu sebagai
berikut:
1)
Belajar
isyarat (signal learning)
Belajar isyarat dapat diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola
dasar perilaku bersifat tidak disengaja dan tidak disadari tujuannya. Dalam
tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan
buat berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya stimulus (signal)
secara serempak, stimulus-stimulus tertentu secara berulang kali. Respon yang
timbul bersifat umum dan emosional, timbulnya dengan tak sengaja dan tidak
dapat dikuasai. Contoh: aba-aba “Siap!” merupakan suatu signal atau isyarat
untuk mengambil sikap tertentu. Melihat wajah ibu menimbulkan rasa senang.
Wajah ibu di sini merupakan isyarat yang menimbulkan perasaan senang itu.
Melihat ular atau ulat yang besar menimbulkan rasa jijik. Melihat ular itu
merupakan isyarat yang menimbulkan perasaan tertentu. Signal learning ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov dan
timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu. Respon yang timbul bersifat umum,
kabur, emosional, disamping timbul dengan tak sengaja dan tak dapat dikuasai.
2)
Belajar
Stimulus Respon
Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus
yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan (reinforcement) sehingga terbentuk perilaku tertentu (shaping). Contoh: Anjing dapat diajari
“memberi salam” dengan mengangkat kaki depannya bila kita katakan “kasih
tangan” atau “salam”. Ucapan “kasihtangan” merupakan stimulus yang menimbulkan
respon “memberi salam” oleh anjing itu.
Kemampuan
ini tidak dioperoleh dengan tiba-tiba, akan tetapi melalui latihan-latihan.
Respon itu dapat diatur dan dikuasai, jadi berlainan dengan belajar tipe 1.
Respon bersifat spesifik, jadi tidak umum dan kabur. Respon itu diperkuat atau direinforce dengan adanya imbalan atau reward, gerakan motoris merupakan
komponen penting dalam respons itu. Dengan belajar stimulus-respon ini seorang
belajar mengucapkan kata-kata dalam bahasa asing. Demikian pula seorang bayi
belajar mengatakan “Mama”.
3)
Belajar
merantaikan (chaining)
Tingkah
laku “chaining’ dapat merupakan salah satu dari “motor skills” atau “verbal
association”. Melalui “chaining”
berarti kesatuan hubungan Stimulus-Respons dalam satu rangkaian. Contoh: dalam
bahasa kita banyak contoh “chaining” seperti
“ibu bapak”, “kampung halaman”, “selamat tinggal” dan sebagainya. Juga dalam
perbuatan kita banyak terdapat “chaining” misalnya pulang dari kantor,
ganti baju, makan, chaining terjadi
bila terbentuk hubungan antara beberapa Stimulus-Respons,oleh
sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan“contiguity”.
4)
Belajar
Asosiasi Verbal (Verbal Association)
Tipe ini
meruakan belajar menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek yang berupa benda,
orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat.
Contoh Bentuk verbal association yang
paling sederahana ialah bila diperlihatkan suatu bentuk geometris, dan anak itu
dapat mengatakan “bujur sangkar”, atau mengatakan “itu bola saya” bila
dilihatnya bolanya. Sebelumnya ia harus dapat membedakan bentuk geometris agar
dapat mengenal “bujur sangkar” sebagai salah satu bentuk geometris, atau
mengenal “bola”, “saya”, “itu”. Hubungan itu terbentuk, bila unsur-unsur itu
terdapat dalam urutan tertentu, yang satu segera mengikuti yang satu lagi (Contiguity).
5)
Belajar
Membedakan (discrimination)
Tipe
belajar ini memberikan reaksi yang berbeda-beda pada stimulus yang mempunyai
kesamaan. Contoh: anak dapat mengenal berbagai merk mobil beserta namanya,
walaupun tampaknya mobil itu banyak persamaan. Demikian pula ia dapat
membedakan manusia yang satu dari yang lain, juga tanaman, binatang, dan
lain-lain. Guru mengenal murid serta nama masing-masing karena mampu mengadakan
diskriminasi di antara murid-murid itu. Diskriminasi didasarkanatas “chain”. Anak misalnya harus mengenal
mobil tertentu beserta namanya. Untuk mengenal model lain harus pula
diadakannya “chain” baru, dengan
kemungkinan yang satu akan mengganggu yang satu lagi. Makin banyak yang harus
dirangkai, makin besar kesulitan yang dihadapi, karena kemungkinan gangguan
atau “interference”, dan kemungkinan
suatu chain dilupakan.
6)
Belajar
Konsep (concept learning)
Belajar
mengklasifikasikan stimulus atau menempatkan obyek-obyek dalam kelompok
tertentu yang membentuk suatu konsep. Contoh: tahap pertama belajar konsep
lingkaran mungkin belajar mengucapkan kata lingkaran sebagai suatu
membangkitkan sendiri hubungan stimulus respon, sehingga siswa dapat mengulangi
kata. Kemudian siswa belajar untuk mengenali beberapa objek berbeda sebagai
lingkaran melalui belajar asosiasi verbal individu. Selanjutnya siswa mungkin
belajar membedakan antara lingkaran dan objek lingkaran lain seperti dan
lingkaran.
7)
Belajar
dalil (rule learning)
Tipe ini merupakan tipe belajar untuk menghasilkan kaidah yang
terdiri dari penggabungan beberapa konsep. Hubungan beberapa konsep biasanya
dituangkan dalam bentuk kalimat. Contoh: kita ketahui bahwa 5 x 6 = 6 x 5
dan bahwa 2 x 8 = 8 x 2; akan tetapi tanpa mengetahui bahwa aturannya dapat dinyatakan
dengan a x b = b x a. Kebanyakan orang pertama belajar dan menggunakan aturan
bahwa perkalian komutatif adalah tanpa dapat menyatakan itu, dan biasanya
tidak menyadari bahwa mereka tahu dan menerapkan aturan tersebut. Untuk
membahas aturan ini, harus diberikan verbal (dengan kata-kata) atau rumus
seperti “urutan dalam perkalian tidak memberikan jawaban yang berbeda” atau
“untuk setiap bilangan a dan b, a x b = b x a”
8)
Belajar
Memacahkan Masalah (problem solving)
Tipe ini
merupakan tipe belajar yang menggabungkan beberapa kaidah untuk memecahkan
masalah, sehingga berbentuk kaedah yang lebih tinggi (higher order rule). Contoh: pemecahan masalah, siswa yang belum
pernah sebelumnya belajar rumus kuadrat, menurunkan rumusnya untuk menentukan
penyelesaian umum persamaan ax2+ bx + c = 0. Siswa akan memilih
keterampilan melengkapkan kuadrat tiga suku dan menerapkan keterampilan dalam
cara yang tepat untuk menurunkan rumus kuadrat, dengan melaksanakan petunjuk
dari guru.
b.
Jenis-jenis belajar menurut bloom
Benyamin S. Bloom (1956) adalah ahli pendidikan yang terkenal
sebagai pencetus konsep taksonomi belajar. Taksonomi belajar adalah
pengelompokan tujuan belajar berdasarkan domain atau kawasan belajar. Menurut
bloom ada tiga domain belajar yaitu sebagai berikut:
1)
Cognitive Domain (Kawasan Kognitif)
Perilaku yang merupakan proses berfikir atau perilaku yang termasuk
hasil kerja otak. Contoh: menyebutkan definisi manajemen, membedakan fungsi
meja dan kursi, dll. Beberapa kemampuan kognitif tersebut dapat disebutkan antara
lain: pengetahuan suatu materi yang telah dipelajari, pemahaman materi,
penerapan penggunaan materi yang prinsip, analisa teoritis dengan menggunakan
kemampuan akal, sintesa yang memadukan konsep sehingga menemukan konsep baru,
dan evaluasi dimana penguasaan suatu materi pengetahuan.
2)
Affective Domain (kawasan Afektif)
Perilaku yang dimunculkan seseorang sebagai pertanda
kecendrungannya untuk membuat pilihan atau keputusan untuk beraksi di dalam
lingkaran tertentu. Contoh: mengganggukan kepala sebagai tanda setuju, meloncat
dengan muka berseri-seri pertanda kegirangan, dll. Kawasan ini dibagi menjadi
lima jenjang tujuan, yaitu: penerimaan yang meliputi kesadaran akan adanya
suatu sistem nilai, pemberian respon, pemberian penghargaan yaitu penilaian meliputi
penerimaan terhadap suatu sistem nilai, pengorganisasian yaitu menghimpun
sistem nilai yang akan digunakan, dan karakterisasi yaitu perilaku secara terus
menerus sesuai dengan sistem nilai yang telah diorganisasikannya.
3)
Psychomotor Domain (kawasan psikomotor)
Perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja
fungsi tubuh manusia. Domain ini berbentuk gerakan tubuh, antara lain seperti
berlari, melompat, melempar, berputar, memukul, menendang, dll. Lima tujuan
belajar pada ranah psikomotor yaitu:
a) Meniru: merupaka kemampuan mengamati suatu
gerakan agar dapat merespon.
b) Menerapkan: merupakan kemampuan mengikuti
pengarahan, gerakan pilihan dan pendukung dengan membayangkan gerakan orang
lain.
c) Memantapkan: merupakan kemampuan memberikan
respon yang terkoreksi dengan kesalahan-kesalahan.
d) Merangkai: merupakan koordinasi rangkaian gerak
dengan membuat aturan yang tepat.
e) Naturalisasi: meruapak gerakan yang dilakukan
secara rutin dengan menggunakan energi fisik dan psikis yang minimal.
3.
Definisi Pembelajaran
Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar”
berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada
orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran
“an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau
mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. (KBBI) pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat
terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran
mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru
mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga
mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat
mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek
psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai
pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga
menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Instruction
atau pembelajaran
adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang
berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat
internal. Gagne dan Briggs
(1979:3)
Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20 Tahun 2003, Bab I Pasal Ayat 20).
Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction” atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara
mengajar atau mengajarkan. (Purwadinata, 1967, hal 22). Dengan demikian
pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan Mengajar
(oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan
yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah
kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal. Dan
dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran
adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu
dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan
yang melibatkan beberapa komponen, diantaranya:
a. Siswa: Seorang yang bertindak sebagai pencari,
penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
b. Guru: Seseorang yang bertindak sebagai
pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya
kegiatan belajar mengajar yang efektif.
c. Tujuan: Pernyataan tentang perubahan perilaku
(kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran.
d. Isi Pelajaran: Segala informasi berupa fakta,
prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan
e. Metode: Cara yang teratur untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk
mencapai tujuan.
f. Media: Bahan pengajaran dengan atau tanpa
peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa.
g. Evaluasi: Cara tertentu yang digunakan untuk
menilai suatu proses dan hasilnya.
4.
Ciri-ciri Pembelajaran
Menurut Eggen & Kauchak (1998) Menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif,
yaitu:
a. Siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap
lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan
dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan
kesamaan-kesamaan yang ditemukan.
b. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir
dan berinteraksi dalam pelajaran.
c. Aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan
pada pengkajian.
d. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian
arahan dan tuntunan kepada siswa dalam menganalisis informasi.
e. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran
dan pengembangan keterampilan berpikir.
f. Guru menggunakan teknik mengajar yang
bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.
Adapun
ciri-ciri pembelajaran yang menganut unsur-unsur dinamis dalam proses belajar
siswanya adalah sebagai berikut:
a. Motivasi belajar
Motivasi
dapat dikatakan sebagai serangkaina usaha untuk menyediakan kondisi kondisi
tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatau, dan bila ia
tidak suka, maka ia akan berusaha mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi, motivasi
dapat dirangsang dari luar, tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang.
Adalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak di dalam diri seseorang/siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang
menjalin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan
yang dihendaki dapat dicapai oleh siswa (Sardiman, A.M. 1992).
b. Bahan belajar
Yakni
segala informasi yang berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Selain bahan yang berupa informasi, maka perlu
diusahakan isi pengajaran dapat merangsang daya cipta agar menumbuhkan dorongan
pada diri siswa untuk memecahkannya sehingga kelas menjadi hidup.
c. Alat Bantu belajar
Semua alat
yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, dengan maksud untuk menyampaikan
pesan (informasi)) dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima
(siswa). Inforamsi yang disampaikan melalui media harus dapat diterima oleh
siswa, dengan menggunakan salah satu ataupun gabungan beberaapa alat indera
mereka. Sehingga, apabila pengajaran disampaikan dengan bantuan gambar-gambar,
foto, grafik, dan sebagainya, dan siswa diberi kesempatan untuk melihat,
memegang, meraba, atau mengerjakan sendiri maka memudahkan siswa untuk mengerti
pengajaran tersebut.
d. Suasana belajar
Suasana
yang dapat menimbulkan aktivitas atau gairah pada siswa adalah apabila terjadi
:
1) Adanya komunikasi dua arah (antara guru dengan
siswa maupun sebaliknya) yang intim dan hangat, sehingga hubungan guru-siswa
yang secara hakiki setara dan dapat berbuat bersama.
2) Adanya kegairahan dan kegembiraan belajar. Hal
ini dapat terjadi apabila isi pelajaran yang disediakan berkesusaian dengan
karakteristik siswa.
Kegairahan
dan kegembiraan belajar jug adapat ditimbulkan dari media, selain isis
pelajaran yang disesuaiakan dengan karakteristik siswa, juga didukung oleh
factor intern siswa yang belajar yaitu sehat jasmani, ada minat, perhatian,
motivasi, dan lain sebagainya.
e. Kondisi siswa yang belajar
Mengenai kondisi siswa, adapat dikemukakan di sini sebagai
berikut :
1) Siswa memilki sifat yang unik, artinya anatara
anak yang satu dengan yang lainnya berbeda.
2) Kesamaan siwa, yaitu memiliki langkah-langkah
perkenbangan, dan memiliki potensi yang perlu diaktualisasikan melalui
pembelajaran.
Kondisi
siswa sendiri sangat dipengaruhi oleh factor
intern dan juga faktor luar, yaitu segala sesuatau yang ada di luar diri
siswa, termasuk situasi pembelajaran yang diciptakan guru. Oleh Karena itu
kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada peranan dan partisipasi siswa,
bukan peran guru yang dominan, tetapi lebih berperan sebagai fasilitaor,
motivator, dan pembimbing.
5.
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Beberapa prinsip pembelajaran yang dikemukakan oleh Atwi Suparman
dengan mengadaptasi pemikiran Fillbeck (1974), sebagai berikut:
a. Respons-respons baru (new responses) diulang sebagai akibat
dari respons yang terjadi sebelumnya. Implikasinya adalah perlunya pemberian
umpan balik positif dengan segera atas keberhasilan atau respon yang benar dari
siswa, siswa harus aktif membuat respons, tidak hanya duduk diam dan
mendengarkan saja.
b. Perilaku tidak hanya dikontrol oleh
akibat dari respons, tetapi juga dibawah pengaruh kondisi atau tanda-tanda di lingkungan
siswa. implikasinya adalah perlunya menyatakan tujuan pembelajaran secara jelas
kepada siswa sebelum pelajaran dimulai agar siswa bersedia belajar lebih giat.
Juga penggunaan berbagai metode dan media agar dapat mendorong keaktifan siswa
dalam proses belajar.
c. Perilaku yang ditimbulkan oleh
tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang frekuensinya bila tidak
diperkuat dengan akibat yang menyenangkan implikasinya adalah pemberian isi
pembelajaran yang berguna pada siswa di dunia luar ruangan kelas dan memberikan
balikan (feedback) berupa penghargaan terhadap keberhasilan mahasiswa. Juga
siswa sering diberikan latihan dan tes agar pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang baru di kuasainya sering di munculkan pula.
d. Belajar yang berbentuk respon terhadap
tanda-tanda yang terbatas akan di transfer kepada situasi lain yang terbatas
pula. Implikasinya adalah pemberian kegiatan belajar kepada siswa yang
melibatkan tanda-tanda atau kondisi yang mirip dengan kondisi dunia nyata. Juga
penyajian isi pembelajaran perlu diperkaya dengan penggunaan berbagai contoh
penerapan apa yang telah dipelajarinya. Penyajian isi pembelajaran perlu
menggunakan berbagai media pembelajaran seperti gambar, diagram, film, rekaman
audio atau video, computer, serta berbagai metode pembelajaran seperti
stimulasi, dramatisasi dan lain sebagainya.
e. Belajar menggeneralisasikan dan
membedakan adalah dasar untuk belajar sesuatu yang kompleks seperti yang
berkenaan dengan pemecahan masalah. Implikasinya adalah perlu digunakan secara
luas bukan saja contoh-contoh yang positif, tetapi juga yang negative.
f. Situasi mental siswa untuk
menghadapi pelajaran akan mempengaruhi perhatian dan ketekunan siswa selama
proses siswa belajar. Implikasinya adalah pentingnya menarik perhatian siswa
untuk mempelajari isi pembelajaran, antara lain dengan menunjukkan apa yang
akan dikuasai siswa setelah selesai proses belajar, bagaimana menggunakan apa
yang dikuasainya dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana prosedur yang harus
diikuti atau kegiatan yang harus dilakukan siswa agar mencapai tujuan
pembelajaran dan sebagainya.
g. Kegiatan belajar yang di bagi
menjadi langkah-langkah kecil dan di sertai umpan balik menyelesaikan tiap
langkah, akan membantu siswa. Implikasinya adalah guru harus menganalisis
pengalaman belajar siswa menjadi kegiatan-kegiatan kecil, disetai latihan dan
balikan terhadap hasilnya.
h. Kebutuhan memecah materi yang
kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil dapat dikurangi dengan mewujudkannya
dalam suatu model.implikasinya adalah penggunaan media dan metode pembelajaran
yang dapat menggambarkan materi yang kompleks kepada siswa seperti model,
realia, film, program video, computer, drama, demonstrasi dan lain-lain.
i. Keterampilan tingkatt tinggi
(kompleks) terbentuk dari keterampilan dasar yang lebih sederhana. Imlikasinya
adalah tujuan pembelajaran harus dirumuskan dalam bentuk hasil belajar yang
operasional. Demonstrasi atau model yang digunakan harus di rancang agar dapat
menggambarkan dengan jelas komponen-komponen yang termasuk dalam perilaku atau keterampilan
yang kompleks itu.
j. Belajar akan lebih cepat, efisien
dan menyenangkan bila siswa diberi informasi tentang kualitas penampilannya dan
cara meningkatkannya. Urutan pembelajaran harus dimulai dari yang sederhana
secara bertahap menuju kepada yang lebih kompleks kemajuan siswa alam
menyelesaikan pembelajaran harus di informasikan kepadanya.
k. Perkembangan dan kecepatan siswa
sangat bervariasi, ada yang maju dengan cepat ada yang lebih lambat.
Implikasinya adalah pentingnya penguasaan siswa terhadap materi prasyarat
sebelum mempelajari materi ppembelajaran selanjutnya, siswa mendapat kesempatan
maju menurut kecepatannya masing-masing.
l. Dengan persiapan, siswa dapat
mengembangkan kemampuan mengorganisasi kegiatannya sendiri dan menimbulkan
umpan balik bagi dirinya untuk membuat respon yang benar. Impliikasinya adalah
pemberian kemungkinan bagi siswa untuk memilih waktu, cara dan sumber-sumber
disamping yang telah ditentukan, agar dapat membuat dirinya mencapai tujuan
pembelajaraan.
Comments
Post a Comment