Pergeseran Nilai Masyarakat



“Pergeseran Nilai Masyarakat
Pergeseran nilai-nilai budaya dalam masyarakat terjadi seiring pengaruh dari globalisasi dan pengaruh budaya lain. Perkembangan cyber space, internet, informasi elektronik dan digital, ditemui dalam kenyataan seringterlepas dari sistim nilai dan budaya. Perkembangan ini sangat cepat terkesan oleh generasi muda yang cenderungcepat dipengaruhi oleh elemen-elemen baru yang merangsang. Suka atau tidak bila tidak disikapi dengan kearifan dan kesadaran pembentengan umat, pasti akan menampilkan benturan-benturan psikologis dan sosiologis. Pada Era globalisasi telah terjadi perubahan perubahan cepat. Dunia menjadi transparan, terasa sempit, hubungan menjadi sangat mudah dan dekat, jarak waktu seakan tidak terasa dan seakan pula tanpa batas. Perubahan yang mendunia ini akan menyebabkan pergeseran nilai-nilai budaya tersebut. Perubahan tersebut meliputi  perubahan yang arus globalisasi
  1. Menggeser Pola Hidup Masyarakat.
Dari agraris tradisional menjadi masyarakat industri modern. Dari kehidupan berasaskan kebersamaan, kepada kehidupan individualis. Dari lamban menjadi serba cepat. Dari berasas nilai sosial menjadi konsumeris materialis. Dari tata kehidupan tergantung dari alam ke kehidupan menguasai alam. Dari kepemimpinan formal ke kepemimpinan kecakapan (professional).
  1. Pertumbuhan Ekonomi.
Globalisasi bergerak kesana kemari. Tidak samata satu arah. Hala atau arahnya akan menyangkut langsung kepentingan sosial pada masing-masing negara. Keberbagaian atau keragaman yang berlaku selama ini berkesempatan untuk berubah bentuk menjadi seragam dan serupa. Atau berlainan wadah serupa isi. Masing-masing negara (bangsa, nation) akan berjuang memelihara kepentingannya sendiri- sendiri. Kecenderungan sikap kurang memperhatikan nasib negara-negara lain akan merupakan kewajaran saja. Kecenderungan ini berpeluan melahirkan kembali “Social Darwinism”, secara konseptual didalam persaingan bebas bentuk apapun, yang kuat akan bisa bertahan dan yang lemah akan mati sendiri.
Perubahan-perubahan tersebut otomatis menggeser nilai-nilai dalam masyarakat yang mengalami perubahan-perubahan. Pergeseran-pergeseran nilai budaya adalah perubahan nilai budaya dari nilai yang kurang baik menjadi baik ataupun sebaliknya. Salah astu aspek yang bergeser dalam kehidupan masyarakat dewasa ini sistem nilai budaya yang menjadi ciri khas dari suatu keluarga tertentu. Keluarga lebih banyak dimasuki oleh budaya dari luar sehingga nilai budaya yang telah tertanam sejak dahulu kala dan merupakan warisan leluhur hampir-hampir dilupakan oleh generasi sekarang ini. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemajuan teknologi dan pesatnya laju pembangunan yang membawa dampak perubahan dan pergeseran nilai di masyarakat. Pergeseran nilai dalam masyarakat kita perlu dilihat sebagai proses sosial. Artinya sebagai proses, ia belumlah sebagai akhir dari tingkatan masyarakat. Masih ada lanjutan tingkatan yang terus menjadi hingga sampai pada level terakhir.
Pergeseran ini agar berjalan dengan baik, maka perlu pengawasan dari kita semua. Jangan sampai budaya luhur yang telah ada menjadi kabur dan tidak up to date dengan lingkungan kekinian. Pergeseran nilai selain bisa berakibat positif juga negatif. Tergantung cara kita dalam melihat ruh pergeseran itu. Agar budaya massa kita menjadikan pergeseran ini sebagai unsur konstruktif, maka perlu ada penyadaran seluruh lapisan masyarakat. Penyadaran ini bisa dilakukan dalam skala struktur sosial kita. Pada masyarakat bali contohnya menurut widodo As dalam sambutan nya yang dibacakan gubernur bali Dewa Made Brataha kala itu mengatakan  kehidupan masyarakat Bali yang selama ini dikenal ramah, sopan, bersahaja dan tidak mudah terprovokasi kini mengalami pergeseran nilai. “Tindakan perbuatan yang mengarah anarkis dan emosional dalam memecahkan serta menghadapi suatu persoalan dalam kehidupan bermasyarakat,” Ia mengatakan, kecenderungan yang bersifat kasuistis itu seyogyanya tidak patut terjadi dalam lingkungan kehidupan masyarakat Bali. Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional, kasus-kasus seperti itu akan cepat mencuat ke permukaan, baik di tingkat nasional maupun ke penjuru dunia. Jika tindakan itu tidak dihentikan dari sekarang dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap citra pariwisata Bali yang telah memiliki konsep-konsep adiluhung,” ujar Widodo AS.
Konsep nilai yang luhur itu antara lain “menyama braya” yakni semangat kebersamaan dan persaudaraan maupun konsep “tri hita karana” yakni hubungan yang harmonis sesama manusia, lingkungan dan Tuhan Yang Maha Esa.
“Konsep-konsep luhur itu sudah saatnya dihayati kembali serta dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat Bali sehari-hari,” harap Widodo AS.
Faktor Penyebab Pergeseran nilai-nilai masyarakat Tradisional menuju Masyarakat Modern
          Banyak penyebab bergesernya nilai-nilai masyarakat dari masyarakat modern ke masyarakat tradisional, pergeseran itu bisa berdampak positif ataupun negative, tergantung dari perubahan yang terjadi di dalam masyarakat sebagai berikut:
1. Pengaruh Globalisasi
Globalisasi merupakan perkembangan kotemporer yang mempunyai pengaruh dalam mendorong berbagai kemungkinan tentang perubahan dunia yang berlangsung. Pebgaruh globalisasi akan dapat menghilangkanberbagai halangan dan rintangan yang manjadikan dunia semakin terbuka dan saling bergantung satu sama lainnya, globalisasi akan membawa perspektif baru bagi dunia tanpa tapal batas yang saat ini diterima sebagai realita masa depan yang akan mempengaruhi perkembangan budaya dan membawa perubahan baru. Globalisasi berpengaruh pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Ada masyarakat yang dapat menerima adanya globalisasi, seperti generasi muda, penduduk dengan status sosial yang tinggi, dan masyarakat kota. Namun, ada pula masyarakat yang sulit menerima atau bahkan menolak globalisasi seperti masyarakat di daerah terpencil, generasi tua yang kehidupannya stagnan, dan masyarakat yang belum siap baik fisik maupun mental. Dan jelaslah dalam globalisasi muncul pergeseran sebagai akibat pengaruh globalisasi yang mambawa peubahan besar dari semua sector kehidupa.
2. Respon dari masyarakat selaku penerima perubahan
Banyak masyarakat mempunyai respon beda tentang pengaruh global. Biasanya Masyarakat tradisional cenderung sulit menerima budaya asing yang masuk ke lingkungannya, namun ada juga yang mudah menerima budaya asing dalam kehidupannya. Ini tergantung dari masing-masing individu ada yang negative responnya dan ada juga yang positif responnya. Pada masyarakat tradisional, umumnya unsur budaya yang membawa perubahan sosial budaya dan mudah diterima masyarakat adalah, jika:
  1. unsur kebudayaan tersebut membawa manfaat yang besar,
  2. peralatan yang mudah dipakai dan memiliki manfaat,
  3. unsur kebudayaan yang mudah menyesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima unsur tersebut.
Tapi kenyataannya tidak juga demikian ada masyarakat yang menanggapi perubahan yang berbeda, dalam artian negative
3. Pengaruh Modernisasi
SALAH satu efek dari modernisasi adalah pergeseran nilai. Hal ini bisa dilihat dari perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Ketika ada unsur baru yang menarik di hati, maka masyarakat pun dengan perlahan tapi pasti akan mengikut pada nilai tersebut. Dalam hal ini nilai positif yang konstruktif dan negatif yang destruktif.
Fenomena yang paling tampak depan mata adalah nilai budaya. Nilai ini setidaknya bisa dilihat dari tiga hal: kognitif, interaksi sosial, dan artefak. Dalam tingkatan kognitif, budaya berada dalam pikiran pemeluknya. Di situlah berkumpul nilai, pranata serta ideologi. Pada skala interaksi sosial, bisa dilihat dan dirasakan karena ada hubungan. Sedangkan dalam wilayah artefak, nilai yang telah diyakini oleh pemilik kebudayaan itu ada dijelmakan dalam bentuk benda-benda.
Jika melihat perihal masyarakat kita, pergeseran nilai budaya memang wajar terjadi. Setidaknya ini terjadi karena efek dari modernisasi dan globalisasi. Terkadang juga nilai budaya yang telah lama dipegang menjadi sedemikian mudah untuk dilepaskan. Itu  dikarena terlalu kerasnya tarikan modernitas.
Modernitas seharusnya dimaknai sebagai pertemuan dari berbagai unsur dalam bumi. Ada kebaikan ada keburukan, ada tinggi ada rendah, ada atas ada bawah. Kita perlu selektif dalam mengadopsi unsur budaya yang masuk. Jangan sampai pranata sosial yang telah lama dibangun kemudian runtuh hanya persoalan kemilau modernitas.
Kelompok yang paling mudah mendapat pengaruh modernitas adalah golongan muda. Kaum muda biasanya ditandai dengan proses pencarian jati diri. Dalam perjalanannya, kadang ada individu yang berhasil mendapatkan jati dirinya dengan baik. Juga ada yang terperangkap dalam lorong gelap modernitas. Salah satu pengaruh modernitas ada pada dunia entertainment. Dunia ini penuh dengan lifestyle yang cenderung kebarat-baratan. Kiblat hidupnya selalu ke negara barat. Persoalannya bukan pada geografis, akan tetapi pada nilai. Sebagaimana kita ketahui, nilai barat cenderung liberal. Terutama dalam pergaulan.
4. Kemajuan pariwisata
Paradigma pembangunan di banyak negara kini lebih berorientasi kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya adalah industri pariwisata. Demikian juga halnya yang berlangsung di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir, aktivitas sektor pariwisata telah didorong dan ditanggapi secara positif oleh pemerintah dengan harapan dapat menggantikan sektor migas yang selama ini menjadi primadona dalam penerimaan devisa negara.  Sektor pariwisata memang cukup menjanjikan untuk turut membantu menaikkan cadangan devisa dan secara pragmatis juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Situasi nasional yang kini mulai memperlihatkan perkembangan ke arah kestabilan khususnya dalam bidang politik dan keamanan akan memberikan jaminan kepercayaan kepada wisatawan asing untuk masuk ke wilayah Indonesia.
Pariwisata secara sosiolosis terdiri atas tiga interaksi yaitu interaksi bisnis, interaksi politik dan interaksi kultural (B. Sunaryo, 2000).  Interaksi bisnis adalah interaksi di mana kegiatan ekonomi yang menjadi basis materialnya dan ukuran-ukuran yang digunakannya adalah ukuran-ukuran yang bersifat ekonomi.  Interaksi politik adalah interaksi di mana hubungan budaya dapat membuat ketergantungan dari satu budaya terhadap budaya lain atau dengan kata lain dapat menimbulkan ketergantungan suatu bangsa terhadap bangsa lain yang dipicu oleh kegiatan persentuhan aktivitas pariwisata dengan aktivitas eksistensial sebuah negara.  Sedangkan interaksi kultural adalah suatu bentuk hubungan di mana basis sosial budaya yang menjadi modalnya. Dalam dimensi interaksi kultural dimungkinkan adanya pertemuan antara dua atau lebih warga dari pendukung unsur kebudayaan yang berbeda.
Pertemuan ini mengakibatkan saling sentuh, saling pengaruh dan saling memperkuat sehingga bisa terbentuk suatu kebudayaan baru, tanpa mengabaikan keberadaan interaksi bisnis dan interaksi politik. Kontak ini apabila terjadi secara massif akan mengakibatkan keterpengaruhan pada perilaku, pola hidup dan budaya masyarakat setempat. Menurut Soekandar Wiraatmaja (1972) yang dimaksud dengan perubahan sosial adalah perubahan proses-proses sosial atau mengenai susunan masyarakat.  Sedangkan perubahan budaya lebih luas dan mencakup segala segi kebudayaan, seperti kepercayaan, pengetahuan, bahasa, teknologi, dsb.  Perubahan dipermudah dengan adanya kontak dengan lain-lain kebudayaan yang akhirnya akan terjadi difusi (percampuran budaya). Kita lihat misalnya bagaimana terjadinya pergeseran kultur kehidupan masyarakat sekitar kawasan Candi Borobudur yang semula berbasis dengan aktivitas kehidupan agraris (bertani) bergeser menjadi masyarakat pedagang dan penjual jasa.
Dengan demikian pariwisata ditinjau dari  dimensi kultural dapat menumbuhkan suatu interaksi antara masyarakat tradisional agraris dengan masyrakat modern industrial. Melalui proses interaksi itu maka memungkinkan adanya suatu pola saling mempengaruhi yang pada akhirnya akan mempengaruhi struktur kehidupan atau pola budaya masyarakat khususnya masyarakat yang menjadi tuan rumah.  Dari dimensi struktural budaya, aktivitas industri pariwisata  memungkinkan  terjadinya suatu perubahan pola budaya masyarakat yang diakibatkan oleh penerimaan masyarakat akan pola-pola kebudayaan luar yang dibawa oleh para pelancong. Pola-pola kebudayaan luar ini terekspresikan melalui tingkah laku, cara berpakaian, penggunaan bahasa serta pola konsumsi yang diadopsi dari wisatawan yang datang berkunjung.
Apabila tingkat massifitas kedatangan turis ini cukup tinggi maka ada kemungkinan terjadi “perkawinan” antara dua unsur kebudayaan yang berbeda. Dari pertemuan atau komunikasi antar pendukung-pendukung kebudayaan yang berbeda tersebut, akan muncul peniru-peniru perilaku tertentu atau muncul pola perilaku tertentu.  Meniru tindakan orang lain adalah kewajaran dari seorang manusia.  Tindakan ini bisa lahir karena tujuan-tujuan tertentu, dan bisa jadi karena terdorong oleh aspek kesadaran ataupun karena dorongan-dorongan yang sifatnya emosional. Artinya, seseorang individu  bisa saja meniru perilaku orang lain hanya karena dia melihat bahwa perilaku yang ditampilkan oleh orang lain tersebut nampak indah atau nampak lebih modern.  Tindakan meniru atau yang biasa disebut dengan tindakan imitasi bisa terjadi jika ada yang ditiru. Di sini faktor emosional dominan bermain karena seseorang tidak akan memikirkan apakah perilaku yang ditiru tersebut sesuai atau tidak dengan keadaaan dirinya. Dengan kata lain, orang tersebut tidak sempat lagi untuk memikirkan kenampakan-kenampakan yang paling mungkin untuk muncul ke permukaan, yang penting bagi dia adalah “aku ingin seperti turis itu karena aku menganggap turis itu keren”.
Kontak selanjutnya antara wisatawan dengan masyarakat tuan rumah adalah komunikasi verbal. Kontak antara masyarakat tuan rumah dengan wisatawan membutuhkan suatu perantara atau media atau alat yang mampu menjalin pengertian antara kedua belah pihak, perantara atau media tersebut adalah bahasa, bahasa menjadi faktor determinan. Akhirnya masyarakat kembali terdorong untuk bisa berbahasa asing. Dorongan itu muncul bukan semata-mata karena motif ingin berhubungan misalnya korespondensi atau yang lain, melainkan lebih disebabkan karena faktor ekonomi, untuk dapat komunikatif dalam memasarkan dagangannya (baik produk souvenir, jasa menjadi guide, dll). Ini berarti telah terjadi pola perubahan budaya masyarakat menuju ke arah yang positif yaitu memperkaya kemampuan masyarakat khususnya dalam bidang bahasa.
Demikian pula kemunculan hotel, cafe, maupun toko-toko cinderamata di sekitar kawasan wisata adalah variabel yang turut membantu menjelaskan apa yang menjadi penyebab terjadinya perubahan sosial budaya masyarakat sekitar kawasan wisata.  Dengan adanya berbagai sarana penunjang pariwisata itu masyarakat menjadi paham akan adanya pola / sistem penginapan yang bersifat komersial,  dengan adanya cafe dan toko, logika pasar tradisional akan sedikit tergeser dari pola penjualan dengan model tawar-menawar menjadi model harga pas. Dengan demikian sedikit banyak telah terjadi pergeseran budaya dan tatanan sosial di masyarakat sekitar kawasan wisata.  Artinya budaya-budaya lama itu mengalami proses adaptasi yang diakibatkan oleh adanya interaksi dengan para pelancong tersebut.  Hal itu dimungkinkan juga karena sifat dari budaya itu sendiri yang dinamis terhadap perubahan yang terjadi.
5. Pergeseran Budaya
Dalam perspektif fungsionalisme, perubahan budaya masyarakat pedesaan ini terjadi diawali dengan adanya tekanan dari pemerintah (misalnya peraturan, sanksi, iming-iming, dll) lalu ada penolakan dari sistem lama, integrasi antara keduanya dan akhirnya dicapai titik keseimbangan baru. Karena pada awalnya terjadi kesenjangan budaya, maka pemerintah membutuhkan agen-agen penyalur perubahan budaya ini. Pada masa orde baru, elite pemerintahan birokrasi desa yang dipantau ketat berperan aktif dalam menyalurkan perubahan kebudayaan ini.
Ada kalanya perubahan kebudayaan ini mendapat penolakan dari beberapa pihak. Namun sikap represif dan antipati segera akan muncul dan menyebabkan kelompok penolak perubahan budaya ini seolah-olah tersingkir dari lingkungan sosialnya. Seringkali terjadi penamaan status-status kepada kelompok yang menolak perubahan budaya ini. Misalnya saja orang tersebut dikatakan “kuno dan tentinggal”, “ndeso”, “tidak taat aturan” dan sebagainya. Penyikapan sosial inilah yang secara perlahan merubah penolakan (resistan) kepada penerimaan. Perlahan-lahan kebudayaan baru diterapkan dan kebudayaan lama ditinggalkan. Kalaupun kebudayaan lama masih dilakukan itupun sangat jarang.
Misalnya saja program listrik masuk desa dengan sangat cepat akan diikuti invasi teknologi, orang mulai beli radio, televisi, lemari es, mesin cuci dan sebagainya. Akses informasi yang dibawa oleh masing-masing alat komunikasi ini kemudian membawa nilai-nilai baru bagi warga desa.
Inovasi teknologi pertanian dari yang semula menggunakan peralatan sederhana menjadi mesin modern, dari yang semula membajak dengan binatang diganti membajak dengan mesin, semula menumbuk dengan alu berganti menumbuk otomatis dengan mesin, semula mengangkut hasil pertanian dengan pedati berganti dengan mobil. Kenyataan ini tidak hanya merubah paradigma masyarakat yang semula motivasi bertani adalah bertahan hidup, menjadi orientasi profit finansial. Disamping itu juga, percepatan panen padi membawa budaya instan dan sikap tergesa-gesa.
Program Keluarga Berencana (KB) merubah kebiasaan masyarakat dari “keluarga besar” menjadi—meminjam istilah pemerintah—“keluarga kecil sejahtera”. Pergeseran ini tidak hanya merubah pola hubungan keluarga dari “keterkaitan genetik/persaudaraan” menjadi “keterkaitan reproduksi dan finansial”, namun juga mengeliminasi adanya organisasi kultural masyarakat dalam sebuah “keluarga besar”.
Teknologi permainan merubah jenis permainan kelompok menjadi permainan modern teknologis yang cenderung individual. Misalnya permainan tradisional gobak sodor, gundu, patek lele, jumpritan tidak lagi populer dan diganti dengan permainan baru seperti Play Station (PS) dan game. Permainan tradisonal yang pada dasarnya menumbuhkembangkan psikomotorik-afektif diganti dengan permainan modern yang mengarah pada kognitif saja. Ini berpengaruh terhadap karakter anak setelah ia berkembang dan hidup dalam lingkungan sosial yang lebih luas.
Sehingga, kemudian jika ada orang atau sekelompok orang yang memiliki atau memelihara pola-pola budaya lama, dengan segera ia akan dicap buruk dan disingkirkan dari kelompok. Boleh jadi orang seperti ini akan dianggap menghalangi kemajuan, anti-progresifitas. Perlakuan ini membuat orang kemudian malu untuk menggunakan budaya lama dalam kehidupan sehari-hari, dan karena tidak pernah digunakan lagi budaya itu berangsur-angsur hilang.
Dampak Positif Pegeseran Nilai masyarakat Tradisional ke Moderen
Seperti yang telah di kemukakan diatas bahwa pergeseran nilai budya menimbulkan dampak positif ataupun negative, Dampak positifnya yaitu:
Ø  Arus komunikasi Lancar
Perubahan masyarakat dari tradisional ke modern berdampak pada sarana komunikasi, pada masyarakat tradisional mungkin masih menggunakan pentungan atau kulkul, burung merpati, surat sebagai alat berkomunikasi satu dengan yang lainya, dngan terjadinya pegeseran nilai-nilai maka sarana kmunikasi semakin cepat. Contoh ada handphone, telegram, dan sejenisnya sehingga komunikasi meenjadi cepat dan mudah dilaksanakan.
Ø  Berkembangnya ilmu pengetauan dan tehnologi
Pergerseran masyarakat tradisional menuju masyarakat modern membawa dampak yang sangat signifikan yaitu masyarakat modern yang yang dulunya tradisional dapat beraktivitas jauh lebih mudah. Contoh : pada masyarakat  yang dulu menggumakan tulisan tangan dalam mengirim surat sekarang sudah bisa lewat komputer atau pun laptop.
Ø  Tingkat hidup yang lebih baik
Peergeseran nilai erat hubunganya dengan pengaruh globalisasi, globalisasi menyebakan pergeseran nilai budaya. Berhubungan pula dengan industry-industri maju, dengan dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan trasportasi yang canggih merupakan salah satu untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Ø  Perubahan sistem pengetahuan
Masyarakat bila sudah modern akan memilki kesadaran betapa pentingnya pendidikan. Dengan bekal pengetahuan masyarakat sudah siap untuk menghadapi pergeseran nilai yang mungkin terjadi di era global. Dengan pengetahuan pula kita dapat memproduksi  barang dan jasa dengan mudah.
Ø  Perubahan Pandangan Hidup
Pandangan hidup merupakan seseorang atau sekelompok orang yang bermangsud menanggapi dan memeranggakan segala masalah yang tejadi. Pandangan hidup sebgai komponen budaya cenderung berubah sejalan dengan perubahan konsep hidup masyarakat. Perubahan pandangan hidup masyarakat Indonesia terlihat pada perubahan sikapnya, prilaku dan karyanya  berkat pembangunan berkembanglah pandangan tentang pentingnya keseimabangan kehidupan yang material dan spiritual, pembaguanan yang berwawasan lingkungan.
Dampak Negatif  Pergeseran nilai masyarakat Tradisional ke Moderen
Pergeseran nilai-nilai masyarakat selain berdampak positif dapat  juga dapat menimbulkan dampak negative, seperti :
Ø  Timbulnya sikap individualistis
Masyarakat merasa sangat dimudahkan dengan tehnologi maju  membuat mereka tidak lagi membutuhkan orang lain dalam aktivitasnya. Kadang- kadang mereka lupa akan dirinya sebagai mahluk social. Mereka cenderung untuk hidup sendiri-sendiri tanpa memperhatikan orang lain, rasa getong royong, ramah tamah dan sopan santun mulai memudar. Nilai-nilai yang telah dijunjung sesuai budaya leluhur mereka akan mulai di tinggalkan. Akibat dari memudarnya nilai-nilai budaya local akan menimbulkan sikap individualistis
Ø  Kesenjangan social
Pergeseran nilai masyarakat tradisional ke modern tidak lepas dari pengaruh modernisasi dan pengaruh globalisasi, bila ada beberapa individu yang dapat mengikuti pengaruh tersebut akan terjadi kesenjangan social. Kesenjangan social akan menyebabkan jarak anatara si kaya dan si miskin dan hal ini bisa merusak nilai-nilai kebinekaan dan ketunggalikan bangsa Indonesia. Hal ii juga akan memicu prasangka social, persaingan dalam kehidupan cenderung akan mebuat orang tersebut frustasi, maka orang akan timbulah tindak criminal seperti perampokan hanya untuk alasan pemenuhan kebutuhan.’
Ø  Masuknya Nilai-nilai Dari Budaya Lain
Masyarakat modern umumnya telah mengetahui tehnologi, seperti internet, handpone media televise dan tehnologi yang lainya yang ditiru habis-habisan. Internet contohnya bila digunakan untuk memperdalam materi pejaran itu baik. Tetapi sebaliknya dan ini sebuah kenyataan bahwa internet terkadang digunakan untuk mengakses video porno atau yang betentangan dengan norma-norma masyarakat. Selain itu apresiasi terhadap nilai budaya localpun pudar serta nilai keagamaan akan mengalami kemunduran. Disini bisa dilihat pergeseran nilainya yaitu Beralih ke budaya barat dan budaya lainya.
Ø  Penyebaran nilai-nilai politik barat yang kurang
Penyebaran nilai-nilai politik barat secara langsung atau tidak langsung dalam bentuk-bentuk unjuk rasa, demonstrasi yang semakin berani dan terkadang mengabaikan kepentingan umum. Masyarakat cenderung menghadapi dengan anarkisme.
Ø  Kenakalan Remaja
Imbas dari pergeseran nilai-nilai masyarakat moderent adalah kenakalan remaja. Pengaruh internet ataupun HP yang ditiru habis-habisan menimbulkan kenakalan remaja, contoh bila remaja membawa Hp camera bisa menyimpan sesuatu yang porno didalam hpnya sehingga suatu saat pasti remaja mencoba adegan itu, padahal adegan itu hanyalah untuk orang yang sudah mempunyai ikatan perkawinan. Maka telah terjadi pegeseran nilai masyarakat tradisional ke modern. Masyarakat Moderen cenderung melupakan budaya aslinya.
Ø  Adanya Penyakit Masyarakat
Penyakit masyarakat atau Patologi Sosial bisa muncul di karenakan pergeseran nilai masyarakat, seperti yang telah dijelaskan bahwa pergeseran nilai berdampak pada kesenjangan social. Maka si miskin terpaksa mencuri untuk pemenuhan kebutuhan. Selain itu banyak orang memilih untuk menjadi Psk itupun kebanyakan karena alasan kebutuhan, walau ada karena alasan lain. Maka pergeseran nilai dan norma kesusilaan bergeser secara cepat”

Comments